Baja F1 Cabe Baru Favorit Petani
PT East West Seed Indonesia baru saja menlaunching Baja F1 pada sentra tanaman cabe merah wilayah Jawa Timur.
Banyak tanaman cabe Baja East West yang berupa demoplot sukses dan terbebas dari serangan gemini virus dan jadi favorit bagi petani cabai.
Tanaman cabai Baja F1 saat ini jadi peluang usaha bagi petani cabai merah bisa sukses budidaya cabe pada musim kemarau.
Sifat anti virus dan tahan layu bakteri serta jamur pada benih cabai Baja F1 harapannya jadi usaha yang menjanjikan buat petani.
Musim hujan sebentar lagi akan berakhir dan berganti dengan musim kemarau. Datangnya musim kemarau inilah yang sedang petani cabai tunggu-tunggu.
Musim kemarau petani dapat menanam cabai tanpa perlu khawatir akan kegagalan panen seperti pada musim hujan.
Cara menanam cabe pada musim kemarau petani cabe anggap jauh lebih ringan resikonya.
Budidaya cabe musim hujan, tanaman cabai sangat rentan terserang busuk buah karena kelembaban terlalu tinggi.
Selain itu bakteri maupun cendawan mudah tumbuh dan menyebar pada musim ini.
Tak jarang pada musim hujan, petani cabai sering mengalami gagal panen.
Hal ini berdampak buruk terutama bagi masyarakat selaku konsumen.
Kegagalan panen pada tanaman cabai mengakibatkan harga cabai melonjak tajam di pasaran.
Bahkan kenaikan harga cabe pada pasaran per kilonya hampir melebihi harga daging sapi.
Kenaikan harga cabai seperti saat ini membuat masyarakat semakin cemas.
Apalagi bagi mereka yang mempunyai usaha kuliner yang mengandalkan cabai sebagai bumbu utama.
para ibu rumah tangga juga sangat merasakan melonjaknya harga cabai pada musim hujan ini.
Bagaimana tidak jika biasanya membeli cabai Rp 4.000/harinya maka akan mendapat 1 ons cabai.
Harga cabai mahal dengan uang yang sama hanya 20 biji saja.
Baca Juga : Budidaya Cabai Columbus Tumbus 30 Ton
Baja F1 Juga Favorit Di Musim Hujan
Tentu hal ini membuat pusing kepala, tambah harga kebutuhan pokok lainnya juga ikut merangkak naik seiring melonjaknya harga cabai.
Kenaikan cabai yang tidak terkendali saat musim hujan akan menyebabkan inflasi dari sudah komoditi pangan.
Kenaikan harga cabai ini turut menyumbang inflansi besar pada negara kita.
Berbagai upaya pun tentu telah pemerintah lakukan untuk menanggulangi harga cabai agar kembali ke kondisi normal.
Beberapa aktivitas telah pemerintah lakukan mulai inspeksi pasar, peninjauan ke sentra penanaman cabai.
Hingga himbauan kepada masyarakat untuk gerakan menanam cabai sendiri pada rumah.
Namun, nyatanya upaya ini belumlah mendapatkan hasil. Harga cabai terus melambung tinggi hingga saat ini menembus angka Rp. 160 ribu/kilonya dan pasokan dari petani cabai pun cenderung menurun.
Beberapa faktor penyebab naiknya harga cabai ini antara lain karena petani mengalami kegagalan panen pada musim hujan.
Hal ini menyebabkan pasokan cabai merah terlambat atau bahkan cenderung berkurang.
Cabai yang akan panen tak jarang mulai busuk dan sebagian buahnya rontok. Kelembaban serta kandungan air pada buah saat panen tinggi.
Hal ini membuat buah cabe mudah terserang penyakit seperti patek/antraknosa.
Daya simpan buah cabai saat panen pada musim hujan sangat rendah dan bahkan belum sampai pada pasaran buah cabai sudah membusuk.
Sehingga membuat pasokan cabai segar dari petani menurun dan menjadikan harga cabai semakin mahal.
Harga cabai mahal juga menyebabkan daya beli masyarakat menurun.
Hal ini tentu membuat petani semakin mengalami kerugian dan tidak dapat merasakan untung walaupun harga cabai sedang melambung.
Selain itu, pada musim ini biaya produksi yang petani keluarkan semakin besar. Dan penggunaan biaya tersebut terutama untuk membeli fungisida tanaman.
Pengendalian cacar buah saat budidaya tanaman cabe pada musim hujan butuh fungisida sistemik terbaik.
Baca Juga : Benih Cabai Baja tahan Virus Serta Layu